TA. Pengkajian Puisi
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Karya sastra
terdiri atas dua genre, yaitu prosa dan puisi. Prosa merupakan karangan bebas,
sedangkan puisi adalah karangan terikat. Untuk memahami pemaknaan keseluruhan
dari puisi, maka puisi dapat diteliti dan dianalisis menggunakan tujuh teori
sastra, yakni : Struktural Roman Ingarden, Semiotik, Psikologi, Sosiologi,
Resepsi, dan Sastra Bandingan.
II.
Rumusan
Masalah
Mengetahui
makna keseluruhn puisi dengan menggunakan tujuh teori yakni : Struktural Roman
Ingarden, Semiotik, Psikologi, Sosiologi, Resepsi, dan Sastra Bandingan.
BAB II
PEMBAHASAN
Puisi yang digunakan adalah
Puisi karya Toto Sudarto Bahtiar yang berjudul ‘Gadis Peminta-minta’. Puisi
tersebut akan dianalisis menggunakan tujuh teori. Berikut hasil analisks :
Gadis Peminta-Minta
setiap kita
ketemu,gadis kecil berkaleng kecil
senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
tengadah padaku,pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa
senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
tengadah padaku,pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa
ingin aku ikut
,gadis kecil berkaleng kecil
pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
gembira dari kemajuan riang
pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
gembira dari kemajuan riang
duniamu lebih tinggi
dari menara katedral
melintas-lintas diatas air kotor,tapi yang begitu kau hafal
jiwa begitu murni,terlalu murni
untuk bisa membagi dukaku
melintas-lintas diatas air kotor,tapi yang begitu kau hafal
jiwa begitu murni,terlalu murni
untuk bisa membagi dukaku
kalau kau mati,gadis
kecil berkaleng kecil
bulan diatas itu,tak ada yang punya
dan kotaku,,,ah kotaku hidupnya tak lagi punya tanda
bulan diatas itu,tak ada yang punya
dan kotaku,,,ah kotaku hidupnya tak lagi punya tanda
-Toto Sudarto
Bahtiar-
2.1 Struktural
Roman Ingarden
Roman Ingarden
dalam bukunya Das Literarische Kuntswerk (via Rachmat Djoko Pradopo, 2002;
14-20) meneyebutkan lima lapisan sebagai berikut :
2.1.1 Lapis Bunyi
Lapis
norma pertama adalah lapis bunyi (sound stratum), yang merupakan serangkaian
bunyi. Lapis bunyi mempunyai tujuan untuk menciptakan efek puitis dan nilai
seni. Toto tidak terikat dengan rima dalam penulisan puisi Gadis Peminta-Minta
(GPM). Meskipun tidak terikat dengan rima, namun ada baris-baris puisinya yang
mengandung persamaan bunyi baris.
setiap kita
ketemu,gadis kecil berkaleng kecil
senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
tengadah padaku,pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa
senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
tengadah padaku,pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa
Bait
pertama baris pertama ber-asonansi a
dan i, kedua u dan a, ketiga a dan u, keempat a.
hidup dari kehidupan
angan-angan yang gemerlapan
Bait
kedua baris ketiga memiliki bunyi aliterasi n,
pada kehidupan, angan-angan, gemerlapan.
melintas-lintas diatas air kotor,tapi yang begitu kau
hafal
Bait ketiga
baris kedua memiliki bunyi aliterasi s pada
kata melintas, lintas, di atas. Bait keempat tidak memiliki bunyi baris. Sedangkan
untuk bait keempat tidak mengandung persamaan bunyi dalam baris.
2.1.2 Lapis Arti
Lapis
bunyi mendasari timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti (units of meaning). Bunyi-bunyi
pada puisi yang tersusun rapi tersebut mengandung makna yang dapat dipahami
pembaca.
Pada bait
pertama pengarang menempatkan dirinya sebagai si aku yang bertemu dengan gadis
peminta-minta yang membawa kaleng kecil di tanganya guna menyimpan uang belas
kasihan dari orang lain. Setiap bertemu dengan gadis kecil itu, ‘aku’ merasa
terharu melihat gadis sekecil itu sudah bekerja mencari uang. Apalagi saat hari
kasih sayang valentein, gadis kecil belum bisa mendapatkan kebahagaiaan.
Pada bait
kedua menggabarkan keingintahuan ‘aku’ untuk mencari tahu kehidupan gadis
kecil. Ia mengikutinya hingga ke tempat tinggalnya, di bawah jembatan yang
kumuh, jauh dari kehidupan maju yang berada di atas jembatan.
Pada bait
ketiga ‘aku’ merasa bahwa gadis kecil itu berhak mendapatkan hidup yang lebih
layak dari ini, karena ia telah banyak menderita. Terlalu sering menderita
sehingga ‘aku’ tak berani membandingkan kesedihannya dengan duka anak kecil
itu.
Pada bait
keempat ‘aku’ merasa sedih membayangkan jika tak ada gadis kecil seperti itu di
dunia ini. Bulan yang menjadi lampu jika malam tiba, tidak akan merasa
dibutuhkan oleh manusia, sebab semua orang terlalu sibuk untuk memikirkan
bahkan membutuhkan bulan.
2.1.3 Lapis Ketiga
Lapisan
ini muncul setelah lapis bunyi dan lapis arti. Wujud dari lapis ketiga ini berupa
latar, pelaku, objek, dunia pengarang, dan sebagainya, yang dikemukakan dalam
puisi. Dalam puisi GPM terdapat tokoh gais kecil dan ‘aku’. Objek yang
digunakan adalah pekerjaan gadis kecil, kaleng kecil yang selalu dibawa.
Sedangkan untuk latar tempat adalah di kota, bawah jembatan. Untuk latar
suasana adalah pada malam hari, karena terdapat bulan merah jambu. Kita bisa
melihat bulan hanya waktu hari gelap. Yang dibuktikan pada baris
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
2.1.4 Lapis Dunia
Lapis
pembentuk makna dalam sajak ialah lapis ‘dunia’ yang tak dinyatakan, namun
sudah implisit tergambar dalam puisi. Meskipun dalam puisi GPM tidak disebutkan
fisik gadis kecil, namun dalam benak pembaca sudah bisa menggambarkan sosok
gadis kecil, berpakaian compng-camping, dan berjalan membawa kaleng kecil.
2.1.5 Lapis Metafisis
Setelah
mengerti keempat lapisan sebelumnya, pada lapisan kelima ini menyebabkan
pembaca berkontemplasi terhadap puisi tersebut. Dalam puisi GPM berupa
ketragisan hidup gadis kecil. Gadis yang seharusnya bermain dengan teman
sebayanya di sekolah, harus meminta-minta.
2.2
Semiotik
Karya sastra terdiri dari rangkaian
struktur yang bermakna, yang menggunakan bahasa sebagai tanda yang memiliki
makna. Sistem tanda tersebutlah yang dinamakan semiotik.
Dalam puisi GPM terdapat tanda :
-
Sebenarnya dalam puisi GPM, gadis kecil adalah simbol
dari kaum ‘mereka’ yang kurang beruntung merasakan kasih sayang, meskipun pada
bulan kasih sayang yang seluruh orang kota merayakannya.
-
tengadah
padaku, pada bulan merah jambu, yang memberi makna pada bulan
februari. Pada bulan ini, dunia berubah mmenjadi merah jambu karena
memperingati hari kasih sayang, valentine.
-
tapi kotaku
jadi hilang, tanpa jiwa.
Tanpa jiwa disini dimaksudkan orang kota terlalu senang menyambut hari kasih
sayang, sehingga melupakan gadis kecil, orang yang paling embutuhkan kasih
sayang.
2.3
Stilistika
Secara umum stilistika adalah ilmu
tentang gaya bahasa yang memberi keindahan. Seperti pada puisi GPM yang indah
dalam kata-katanya. Pemilihan bulan merah
jambu itu penuh tanda yang digunakan dan menggambarkan kebahagian yang kontras
dengan isi, ketidak bahagiaan.
Majas penglihatan tergambar pada setiap
kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil, yang menggambarkan pertemuan ‘aku’
dengan gadis kecil dengan kaleng kecil di tangannya.
2.4
Psikologi
Ilmu
pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam
hubungan dengan lingkungannya. Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: Psychē yang berarti
jiwa dan logia yang artinya ilmu, sehingga secara etimologis, psikologi dapat
diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Jiwa ‘aku’ pada puisi GPM adalah rasa
terharu yang digambarkan pada baris ‘Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka’.Rasa kasihan dan terharu membuat ‘aku’
mengikuti dimana tempat tinggal gadis. Semakin miris dan sedih melihat tempat
tinggal gadis kecil dibawah jembatan kumuh, yang diatasnya aalah kota yang
maju.
2.5
Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa
Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti
ilmu pengetahuan. Walaupun banyak definisi tentang
sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu
pengetahuan tentang masyarakat.
Puisi GPM juga
berhubungan dengan masyarakat, masyarakat kota. Masyarakat kota yang merayakan
bulan kasih sayang justru tidak memberikan kasih sayang kpada orang yang
sanagat membutuhkan kasih sayang, seperti gadis kecil, atau orang miskin
lainnya. ditambah dengan kehidupan kta yang kontras sekali dengan kehidupan
bawah jembatan.
2.6
Resepsi
Resepsi
sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra
dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap
teks itu. Pembaca selaku pemberi makna adalah variabel menurut ruang, waktu dan
golongan sosial budaya. Menurut perumusan teori ini, dalam memberikan sambutan
terhadap sesuatu karya sastra, pembaca diarahkan oleh horizon harapan. "
Horizon harapan " ini merupakan reaksi antara karya sastra di satu pihak
dan sitem interpretasi dalam masyarakat penikmat di lain pihak.
Untuk
meneliti dengan pendekatan resepsi, dalam makalah ini akan digunakan tanggapan
dari penulis untuk mengkaji puisi GPM. Menurut penulis yang diposisikan sebagai
pembaca, puisi ini merupakan puisi kritikan terhadap masyarakat kota yang
terlalu senang dengan kehidupan mereka, padahal masih banyak orang yang
membutuhkan diluar sana.
2.7
Sastra
Bandingan
Menurut Wellek
dan Warren (1989: 47), kemunculan studi sastra bandingan sebagai disiplin dari
studi sastra bisa dikatakan masih relatif baru. Sehingga studi sastra bandingan
masih kurang populer dibanding dengan studi sastra yang lain. Menurut Hosilos
(2001: 28) menyatakan bahwa konsep yang digunakan dalam mengaji sastra bandingan
itu mengacu pada dua hal. Pertama, sastra bandingan mengaji perbandingan antara
karya sastra pengarang satu dengan pengarang lain yang hidup di dua negara yang
berbeda. Kedua, sastra bandingan mengaji perbandingan antara karya sastra
dengan karya seni yang lain, seperti seni lukis, seni musik, dan seni yang
lainnya. Bahkan pada konsep kedua ini, sastra dapat diperbandingkan dengan
bidang ilmu dan kepercayaan yang lain atau di luar sastra.
Puisi GPM akan dibandingkan
dengan puisi karya Chairil Anwar yang berjudul Kepada Peminta-Minta.
Gadis Peminta-Minta
setiap
kita ketemu,gadis kecil berkaleng kecil
senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
tengadah padaku,pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa
senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
tengadah padaku,pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa
ingin
aku ikut ,gadis kecil berkaleng kecil
pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
gembira dari kemajuan riang
pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
gembira dari kemajuan riang
duniamu
lebih tinggi dari menara katedral
melintas-lintas diatas air kotor,tapi yang begitu kau hafal
jiwa begitu murni,terlalu murni
untuk bisa membagi dukaku
melintas-lintas diatas air kotor,tapi yang begitu kau hafal
jiwa begitu murni,terlalu murni
untuk bisa membagi dukaku
kalau
kau mati,gadis kecil berkaleng kecil
bulan diatas itu,tak ada yang punya
dan kotaku,,,ah kotaku hidupnya tak lagi punya tanda
bulan diatas itu,tak ada yang punya
dan kotaku,,,ah kotaku hidupnya tak lagi punya tanda
-Toto
Sudarto Bahtiar-
Kepada Peminta-minta
Baik,
baik aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Jangan
lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berjalan kau usap juga.
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berjalan kau usap juga.
Bersuara
tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah.
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah.
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku.
Mengaum di telingaku.
Baik,
baik aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
-Juni
1943-
-Chairil
Anwar-
Kedua puisi tersebut sama-sama menggambarkan tentang
kemiskimnan, ketragisan hidup, dan pertemuan ‘aku’ dengan peminta-minta. Namun
perbedaan keduanya ada di dampak psikologis yang ditimbulkan setiap kali ‘aku’
bertemu dengan peminta-minta. Dalam puisi pertama (Gadis Peminta) ‘aku’ merasa
iba, kasihan terhadap gadis kecil, karena gadis kecil itu tidak bisa menikmati
hari kasih sayang, hanya tidur di bawah jembatan. Namun dalam puisi kedua
(Kepada Peminta-minta) ‘aku’ merasa berdosa setiap kali bertemu peminta-minta.
‘aku’ merasa melihat dosa-dosanya jika dipertemukan dengan peminta-minta.
Karena takut akan dosanya itulah ‘aku’ berusaha mendekatkan diri pada Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Kumpulan Makalah Mahasiswa Sastra
Indonesia dalam Mata Kuliah Pengkajian Puisi.
wow.. puisinya bagus. izin copas ya XDD
BalasHapushe.he.he
Siip gan...
BalasHapusSemoga bermanfaat,.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus